CERPEN “ (PUNGGUNG) CASKA DAN BERTO ” KARYA : Tamara Geraldine

Pendekatan ekspresif disini adalah sebuah landasan yang digunakan dalam mengkritik cerpen “(punggung) Caska dan Berto” yang terdapat dalam kumpulan cerpen karya Tamara Geraldine ini. Pendekatan ekspresif ini dapat dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, dan feminisme dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer.
Pendekatan ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan (Kutha Ratna, 2004: 68).
Cerpen “(punggung) Caska dan Berto” menceritakan tentang hubungan suami istri yang sudah tidak harmonis lagi.
“Hanya setahun setelah menikah, Caska dan Berto berhenti bercinta” (hal: 17).
Ketidak harmonisan itu disebabkan oleh Berto yang tidak dapat hidup dengan satu wanita, mungkin ia memang hanya mempunyai satu isteri namun dalam hal untuk memenuhi hasratnya ia tidak cukup puas dengan satu wanita saja.
“Berto seperti terlahir bukan untuk menjadi laki-laki yang cukup dengan seorang wanita. Cintanya pas-pasan hanya cukup untuk satu isteri, tapi tidak kebutuhan seksnya” (hal: 28).
Jika dilihat dari biografi si pengarang sendiri, semua kisah yang ada dalam kumpulan cerpennya termasuk cerpen “(punggung) Caska dan Berto” ini adalah sebuah kisah nyata, yang di dapat oleh pengarang dari sebuah curhat seseorang. Jadi melalui pendekatan ini dapat saya nilai bahwa data literer yang di dapat oleh pengarang berasal dari data sekunder yaitu kenyataan yang sebenarnya.
Melalui pendekatan ini pula dapat dikatakan karya sastra ini tercipta dari pengalaman pengarang yang diproses dan dibumbuhi dengan makna kiasan-kiasan kreatif oleh pengarang yang dapat menunjukkan ke khasan diri pengarang mengenai karyanya, sehingga menjadi sebuah karya sastra yang bermutu dan sangat menganut pesan moral didalamnya. Hanya saja dalam Cerpen “(punggung) Caska dan Berto” ini dilambangkan oleh punggung dari tokoh utama dalam cerpen tersebut, sehingga tidak jelas siapakah yang menjadi tokoh utama dalam cerpen ini. Apakah Caska dan Berto atau justru punggungnya? Karena punggung Caska dan Berto ini seolah menjadi orang pertama yang tahu segalanya tentang tokoh Caska dan Berto itu.
“Punggung Caska yang telah terbiasa menatap punggung telanjang Berto suatu malam memutuskan membuka jalur komunikasi.
“Dingin, ya?”
“Namanya juga lagi hujan!”
“Kok sengit amat, sih? Nggak bisa lebih turun sedikit intonasinya? Nggak pernah diajarin Berto ya, bagaimana jadi punggung yang sopan dan ramah?”
……
(hal: 17).
Siapakah sebenarnya tokoh utama dalam Cerpen “(punggung) Caska dan Berto” ini? Tidak jelas. Karena antara Caska dan Berto dengan punggung Caska dan Berto keduanya sama-sama ditonjolkan sebagai tokoh utamanya. Selain itu mengapa pengarang sebagai feminis disini sebagai wanita yang menuntut persamaan hak, membuat akhir cerita ini menjadikan wanita pula yang sebagai korban dari seorang laki-laki dalam kisah yang fiktif ?
“Secarik surat bertulisan tangan Caska yang tak lagii berbentuk, terhempas di tempat sampah tanpa sempat ada yang membaca: maka jangan lagi pernah mengatakan “aku tidak bisa hidup tanpa dirimu, kekasihku….”. karena ternyata kamu masih bernafas dan tinggal seatap denganku hingga detik ini. Beberapa jam setelah kubantai pacarmu di kamar kos murahannya” (hal: 31).
Jadi menurut saya masih ada ketidak jelasan dalam cerpen “(punggung) Caska dan Berto” ini.

0 komentar: